Probolinggo, Rakyat45.com – Polemik mencuat di SMAN 1 Tongas, Kabupaten Probolinggo, terkait dugaan penyimpangan dana Program Indonesia Pintar (PIP) aspirasi. Sebuah pesan singkat yang viral di kalangan penerima bantuan mengindikasikan adanya kewajiban menyetorkan sebagian dana yang dicairkan kepada koordinator.
Menurut pesan tersebut, siswa kelas XI dan XII diminta menyetorkan Rp 550.000 dari total Rp 1,8 juta, sementara siswa kelas X diwajibkan menyetor Rp 200.000 dari total Rp 900 ribu. Pesan ini juga menyebutkan ancaman bahwa siswa tidak akan menerima rekomendasi kuota PIP di tahun berikutnya jika tidak memenuhi kewajiban tersebut.
Dugaan ini memicu keresahan masyarakat, terutama orang tua siswa. Salah satu pertanyaan utama yang mencuat adalah: Apakah potongan ini memiliki dasar hukum atau sekadar permintaan sepihak?
Ketika dikonfirmasi, pihak sekolah melalui Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Tongas, Taufik, membantah mengetahui asal-usul program PIP aspirasi tersebut. “Kami hanya memfasilitasi siswa dalam proses pencairan di bank, tidak ada keterlibatan langsung dalam pengelolaan dana atau penarikan setoran,” ujar Taufik, yang didampingi guru Susilowati.
Namun, Taufik mengungkapkan bahwa keputusan terkait potongan dana disepakati dalam sebuah rapat dengan orang tua siswa. Rapat ini, menurutnya, dihadiri oleh koordinator dari pihak DPRD sebagai pengusul program, tanpa melibatkan pihak sekolah secara resmi.
Meski demikian, pesan yang mengatasnamakan salah satu pihak ini memberi kesan bahwa potongan tersebut bersifat wajib. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar Program Indonesia Pintar, yang dirancang untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan pendidikan tanpa ada kewajiban menyetor dana kepada pihak mana pun.
Sahar, Camat LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Tongas, menyatakan komitmennya untuk mengawal kasus ini. “Kami akan memastikan hak-hak siswa penerima PIP terlindungi. Jika benar ada penyimpangan, kami akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan aparat penegak hukum,” tegas Sahar.
Ia menambahkan, dana PIP seharusnya digunakan sepenuhnya untuk keperluan pendidikan, seperti pembelian buku, seragam, atau kebutuhan lainnya. “Tidak boleh ada pihak mana pun yang memotong dana tersebut tanpa dasar hukum yang jelas,” ujarnya.
Di SMAN 1 Tongas, program PIP mencakup lebih dari 200 siswa. Jika dugaan potongan dana ini terbukti, dampaknya tentu tidak hanya merugikan siswa secara finansial, tetapi juga mencoreng tujuan mulia dari program tersebut.
Sementara itu, sejumlah orang tua siswa berharap kasus ini segera diusut tuntas. “Kami hanya ingin dana PIP dimanfaatkan sepenuhnya oleh anak-anak kami tanpa ada potongan apa pun,” ungkap salah satu wali murid.
Kasus ini menjadi perhatian publik, dan diharapkan pihak-pihak terkait segera memberikan klarifikasi serta menyelesaikan persoalan ini. Program Indonesia Pintar harus tetap berjalan sesuai prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas demi mendukung masa depan pendidikan generasi muda.(Dy)
fakta pake banget. saya termasuk salah satu wali murid yang beberapa minggu lalu mengantarkan saudara saya mengambil uang PIP ke BNI. dan disitu diinstruksikan bahwa siswa siswi yg telah mengambil uang 1.800.000 tersebut, wajib menyebarkan 550.000 ke siswa yg ditunjuk kemudian untuk disetorkan ke guru masing-masing. termasuk saudara saya, juga telah memberikan uang 550.000.
padahal sudah jelas, bahwa dana PIP siswa tidak boleh dipotong untuk urusan apapun oleh pihak sekolah.
Terimakasih Kak, untuk komentar ini kami jadikan bahan untuk berita selanjutnya ya.